Selasa, 19 Januari 2016

Trip Tambal ban Curug Cirajeg, Purabaya Sukabumi

Teks dan foto Oleh : Dya Iganov





Nama Curug Cirajeg pertama kali didapat November 2014 dari teman-teman Komunitas Backpacker Sukabumi. Setelah berhasil mencari dan mengunjungi Curug Ciruti, barulah dapet Curug Cirajeg sama sedikit infonya, padahal kan kalau tahu sebelumnya bisa aja mampir sekalian. Pertama kali liat penampakan Curug Cirajeg, saya langsung tahan nafas saking bagusnya. Ga pake lama, saya pun langsung cari info sebanyak-banyaknya. Info baru cukup setelah ampir satu bulan, tapi nyari temen sama timing yang tepatnya lebih dari satu bulan. Singkatnya, awal Maret (3 Maret) terkumpullah 6 orang (termasuk saya) untuk berangkat nyari Curug Cirajeg. Seperti biasa janjian ini-itu hanya semalam jadi. Awalnya sih cuman berempat, tapi subuhnya, ada tambahan dua orang lagi,  yang ternyata salah satunya temen saya yang udah lama banget ga ketemu. Rencana janjian sedikit ngaret,  yang harusnya jam 07.00 udah bisa kumpul semua di depan Alun-alun Kota Cimahi, akhirnya baru kumpul jam 08.00 dan berangkat jam 09.00.

SELASA, 3 MARET 2015
Berhubung bukan weekend,  jadi lalu lintas ga terlalu padat. Mulai dari Cimareme sampe lepas Cipatat lancar jaya. Kami sempat berhenti di Cipatat untuk cari spirtus, tapi ga dapet. Sebelumnya,  kami sempat kepencar selepas Padalarang. Dua teman kami ternyata nunggu di Situ Ciburuy,  tapi kami malah bablas. Akhirnya kami pun mutusin buat nunggu di selepas Jembatan Citarum sekalian motor saya juga harus tambah angin ban belakangnya. Setelah nunggu lumayan lama, akhirnya rombongan kembali lengkap. Jalan selepas jembatan ini udah tinggal lurus dan ga serame sebelumnya. Ada razia di selepas jembatan rel kereta api Rajamandala, untungnya kami ga kena,  jadi bisa sedikit menghemat waktu. Begitu sampai di perempatan menuju jalan by pass Cianjur-Sukabumi, ternyata motor yang lain tidak ada. Kami berdua pun berhenti. Lumayan lama juga berhenti di sini, takutnya teman kami kena razia,  soalnya SIM salah satu teman kami ga ada. Ternyata ban salah satu motor ada yang bocor dan harus ditambal dan posisi mereka ternyata masih belum jauh dari tempat kami berhenti. Setelah ngabarin kalau ada razia di depan biar ga kena berhenti, kami berdua pun lanjut nunggu lagi. Obrolan singkat tentang rencana dan pengalaman traveling masing-masing sampe motor kami yang beberapa kali nyaris diserempet bis (padahal lagi parkir),  sampe akhirnya mati gaya sendiri jadi kegiatan kami selama nunggu dua motor teman kami. Sebenernya saya janjian sama satu orang temen lainnya di SPBU Gekbrong, Cianjur. Teman saya yang satu ini baru pertama kali ketemuan dan jalan bareng. Selama ini hanya kenal di sosmed. Baru juga pertama jalan bareng ngaretnya udah ampir dua jam lebih.


Akhirnya tepat jam 10.00 teman kami yang lainnya pun datang, dan ga pake basa-basi perjalanan kami teruskan. Untungnya lalu lintas menjelang siang itu ga terlalu padet. Kami baru berhenti lagi di SPBU Gekbrong untuk ketemuan sama teman yang dari Cianjur dan langsung jalan lagi,  berhubung jarak perjalanan kami masih cukup jauh. Perjalanan lancar dan sedikit kena macet sepanjang Gekbrong, masuk Sukaraja, dan Baros. Selepas Baros,  jalan langsung menyempit drastis, berlubang dan bergelombang, medannya pun menanjak terus, lalu lintasnya pun jauh lebih sepi. Baru juga mau memacu kendaraan sedikit lebih cepat di jalur ini, ban motor teman kami kembali bocor. Kali ini lokasinya di tengah kebun, akhirnya beberapa dari kami mundur lgi untuk cek ada tambal ban atau ngga. Untungnya ga jauh dari tempat kami berhenti,  ada bengkel. Tepat ketika motor kami masuk bengkel,  Adzan Dhuhur pun terdengar. Sebenarnya waktu tempuh kami udah banyak ngaretnya. Hitungan awal, kami bisa sampai di Kec. Purabaya sekitar jam 13.00, tapi namanya juga kejadian tak terduga, mau gimana lagi.

Pemilik bengkel bilang,  kalau ban dalem motor temen saya itu udah ga bagus,  jadi mending beli yang baru aja. Berhubung perjalanan kami masih sangat panjang dan aga jarang tukang tambal ban kalau udah sore,  ban dalem pun akhirnya diganti dengan harapan perjalanan kami bakalan lancar. Setelah hampir 30 menit beresin urusan ban motor,  kami pun jalan lagi.
Jalan berlubang dan bergelombang bukan hanya jadi hambatan kami di jalur ini,  lalu lintas yang cukup ramai pun jadi salah satu penghambat perjalanan kami. Bis, ELF, mobil pribadi, dan motor cukup ramai ke arah Sagaranten. Sesekali harus sedikit bersabar untuk menyusul kendaraan di depan. Setelah lewat gerbang masuk Objek Wisata Buni Ayu, kami sedikit melambat dan lagi-lagi hanya motor saya. Sambil berhenti untuk isi bahan bakar, sambil cek hp. Ga ada kabar apa pun dari dua motor di balakang. Aga lama juga saya sama temen numpang nunggu di tempat isi bahan bakar, bahkan sudah hampir semua kendaraan yang kami salip udah lewat lagi. Sampe akhirnya ada satu kabar dari teman yang di belakang. Harapan ganti ban dalem biar perjalanan lancar pun tinggal harapan. Ban motornya kempes lagi, dan lagi berhenti tambal ban ga jauh setelah gerbang masuk Objek Wisata Gua Buni Ayu. Penjual bensin eceran yang sekaligus pemilik rumah yang kami tumpangi untuk menunggu, nanya akan pergi kemana kami. Begitu kami jawab Curug Cirajeg di Purabaya, pemilik rumah pun ternyata tahu,  hanya ga tau lokasi persisnya. Yah, lumayan, berarti kami ga salah jalan dan Curug Cirajeg emang ada.

Setelah 20 menit, akhirnya teman kami pun datang, tanpa basa-basi,  kami pun jalan lagi, dengan harapan bannya ga kempes lagi. Perjalanan dari Kota Sukabumi sampai Purabaya harusnya paling cepat hanya 1 jam dan paling lama harusnya 1,5 jam jadi 2 jam lebih. Kami sampai di SPBU Purabaya tepat pukul 14.00 dan kali ini ban motor teman kami sukses ga kempes lagi. Sekitar pukul 14.30, kami jalan lagi.  Kali ini kami mencari patokan jalan ke Desa Neglasari. Beberapa kali tanya ke warga dan jawabannya ga meyakinkan,  akhirnya malah ketemu warga yang rumahnya di Desa Neglasari. Sekalian aja kami ikutin bapanya yang katanya rumahnya searah ke Curug Cirajeg. Kami ngikutin bapanya ke Neglasari,  tapi jalan masuknya beda jauh dari patokan kami. Kami sama sekali ga nemu pipa PDAM baru, yang ada hanya kompleks Kodim dan dilanjut sama area kebun dan sawah dengan jalan yang mulai berubah jadi batu.

Kata bapa yang nganter kami, jalan yang kami lewatin ini sedikit lebih pendek dibandingkan patokan kami. Informasi tentang jalan yang ada di patokan kami, katanya cukup mulus,  standar jalan desa dan cukup untuk dilalui mobil, tapi jalan yang kami lewati sekarang memang sekelas jalan desa tapi tidak semulus seperti yang ada di patokan kami. Pada mulanya, jalan melewati tegalan penuh dengan ilalang yang tingginya melebihi orang dewasa. Kemudian jalan menurun menyusuri area sawah yang masih hijau. Ada beberapa titik yang permukaan jalannya berlumpur, tapi sebagian besarnya kering. Setelah sekian lama ga ketemu jalan amburadul gini, akhirnya sekarang ketemu lagi. Ga lama, jalan di tengah pematang sawah berubah lagi jadi di perkebunan dan sesekali ada rumah penduduk. Mulai masuk area permukiman, jalan masih tetep berbatu dan sesekali menanjak. Ga terlalu banyak persimpangan jalan, kalaupun ada, persimpangan jalannya sama jalan kecil, jadi cukup ikutin aja jalan utamanya. Ga lama, kami sampai di rumah bapak yang ketemu di pusat Kecamatan Purabaya tadi. Kami diberikan peta sederhana sebagai petunjuk jalan kami ke Curug Cirajeg yang berada di Dusun Cirajeg. Gambar sederhana tanpa skala tanpa legenda, tapi cukup mudah dimengerti. Setelah pamit dan berterima kasih, kami pun nerusin jalan. Ga jauh dari rumah bapak tadi, kami ketemu pertigaan. Kalau liat petunjuk di peta sih, kami harus ambil yang lurus terus, tpai berhubung blah bloh ga tau kami harus ambil lurus yang mana. Akhirnya di persimpangan pertama, kami ambil jalan ke arah kanan, emang sih aga gede jalannya dibandingin yang lurus, tpai karena ragu, kami puter arah dan ambil ke jalan yang arahnya lurus. Siapa sangaka jalan yang lurus ini jalan masuk ke rumah terakhir di jalan ini, selebihnya hutan. Puter arah lagi.

Makin lama, jalan yang kami lewatin ini makin masuk ke areal perkebunan. View di kanan di kiri perkebunan dan bukit-bukit yang ketutup rimbun pepohonan. Di sisi kiri, di kejauhan keliatan beberapa puncak bukit yang kalau tebakan saya sih ada di sekitar Sagaranten dan Curugkembar. Akhirnya, ngerti juga baca peta sederhana dan posisi kami di mana. Persimpangan yang kami lewati diantaranya ke arah Cinangka, Cipeuteuy, Cileungsir, dan yang terakhir Cijambe. Pertigaan Cijambe inilah yang merupakan pertigaan ke arah Dusun Cirajeg. Kondisi jalan dari Desa Neglasari sampai pertigaan Cijambe – Cirajeg rata, batu yang kalau musim ujan jadi lumpur. Sesekali ada tanjakan dan turunan tapi ga terlalu curam dan di kanan kiri kami dominannya area perkebunan. Akhirnya kami sampai di pertigaan ke Dusun Cirajeg. Tepat di pertigaan ini, ada lapangan bola di kiri jalan. Untuk mastiin bener atau ngga ini pertigaan ke Dusun Cirajeg, kami nanya lagi sama warga dan ternyata bener, jalan kecil hampir mirip jalan setapak di samping lapangan bola ini adalah jalan ke arah Dusun Cirajeg. Kalau musim hujan, mungkin jalan ke arah Dusun Cirajeg ini aga susah dilewatin. Turunan, lumpur, dan sempit banget kondisi jalannya. Ga berapa jauh, kami sampai di rumah terakhir di jalan ini. Kalau di terusin sebenernya masih cukup, tapi udah di tengah pematang sawah, bukan lagi di permukiman. Kata bapa yang nganter kami sampe Desa Neglasari, emang untuk ke Curug Cirajeg kita harus trekking sedikit, mungkin ini kali jalan untuk strart trekkingnya.

Kami pun berhenti dan nyimpen motor di seberang rumah terakhir ini. Lahannya sempit banget, kalau ada yang lewat lagi, ga akan cukup jalannya. Untungnya ibu yang punya rumah keluar. Setelah ngobrol sebentar, kami dibolehin untuk ikut parkir motor di depan rumahnya. Kata Ibu ini, lumayan juga yang dateng ke Curug Cirajeg, tapi kebanyakan orang-orang yang punya saudara atau kenalan di sekitar Dusun Cirajeg, kalau pendatang kaya kami ini belum terlalu sering yang dateng, maklum akses ama lokasinya masih banyak yang belum tahu. Sebelum trekking, kami diberi arahan jalan, katanya nanti di pematang sawah, kami harus ambil jalan ke arah sungai, jangan yang ke arah kampung. Kami pun pamit dan mulai trekking. Cuaca cukup bersahabat, biarpun di Cianjur tadi sempet mendung, dan sekarang pun ada awan hujan, tapi seengganya masih ada sinar matahari. Kami mulai trekking sekitar jam 15.00. Ketika baru sebentar jalan, tiba-tiba kedengeran teriakan ibu-ibu di belakang kami, spontan, kami pun nengok. Ternyata ibu yang punya rumah tadi teriak-teriak dan kasih tanda supaya kami belok ke pematang sawah yang jauh lebih sempit di kanan kami (dengan sedikit lama juga nyerna maksud ibunya tentunya karna jauh jaraknya). Setelah kami ambil jalan ke kanan, yang dimaksud Ibu tadi, Ibu tadi pun kasih tanda kalau jalan kami sudah benar, tetap dari kejauhan tentunya. Ah, terimakasih Ibu, kalau ga di kasih tahu, mungkin kami masih muter-muter cari jalan.



Nyusur sedikit di pematang sawah yang jauh lebih sempit, kami ketemu lagi percabangan, sayangnya, kali ini Ibu tadi udah ga keliatan lagi dari posisi kami sekarang. Kalau ikut feeling sih, jalan kami harusnya ke arah kanan, ke arah sungai dan liat aliran air irigasi ngalirnya ke arah kanan. Biasanya kan aliran irigasi ujungnya ke sungai. Akhirnya, kami coba ikutin jalan yang ke arah kanan. Ga lama, viewnya sedikit kebuka dan di sisi kanan jalan setapak kami ada tebing yang longsor. Ga terlalu tinggi sih, tapi cukup untuk nutupin pematang sawah, jadi kami harus pindah jalur. Ujung pematang sawah yang kami lewatin ini mentok lagi tapi kali ini view di depan kami udah kebuka, dan di depan kami nampaknya ada aliran sungai. Sekarang, tinggal ikutin arah aliran sungai, kaya yang udah dibilang sama Ibu tadi. Kami ambil jalan setapak nyusur aliran irigasi yang lebih besar ke arah kiri. Setelah mentok dan ketemu lagi percabangan pematang sawah, ada teman yang mutusin ambil jalur pematang sawah yang lebih sempit di sebelah kanan untuk turun mendekati aliran sungai, sisanya tetep ikutin airan irigasi yang aga besar dan turun ke arah sungai di pematang sawah yang sedikit lebih lebar dan cukup jelas jalurnya. Beruntung pematang sawahnya kering, kalau basah, lumayan susah juga turunnya. Licin dan ada beberapa yang pijakannya lumayan tinggi. Kami trekking sekitar 20 menit dan akhirnya, Curug Cirajeg yang kami cari mulai mengintip di sisi kanan kami. Awalnya kami ragu, kami ada di jalur yang bener apa malah tembus di bagian atas Curug Cirajeg dan jangan-jangan trekkingnya masih jauh, ternyata kami sudah sampai dan jalur trekking kami kali ini ga pake nyasar.

Sedikit ga percaya, akhirnya setelah cari-cari jalur dan beberapa hambatan pas pergi tadi, kami berhasil juga nyampe di Curug Cirajeg dan katanya pas kami kesini, kondisi volume air dan warna airnya lagi bagus. Kalau bukan musim hujan, volume air Curug Cirajeg mengecil dan kalau hujan terus menerus, warna air Curug Cirajegnya cokelat. Kami langsung ambil tempat untuk nyimpen barang dan buka alat masak, berhubung dari pagi kami jalan ga mampir sama sekali untuk ganjel perut. Area di sekitar Curug Cirajeg lumayan sempit. Hanya ada beberapa tempat di atas batu untuk nyimpen tas, itu pun posisinya ga berdekatan. Curug Cirajeg ini dinding air terjunnya lumayan lebar dan miring. Miringnya Curug Cirajeg ini hasil dari Sesar yang juga dinamakan seperti air terjunnya, Sesar Cirajeg. Meskipun lebar, tapi Curug Cirajeg masih belum punya kolam di bawah jatuhan airnya kaya Curug Cikaso atau Curug Caweni, jadi kita bisa jalan di bawah air terjunnya langsung. Area selebihnya di sekitar Curug Cirajeg ini aliran sungai dan pematang sawah. Sekilas kalau dilihat dari foto dan dari jarak yang lumayan jauh, banyak yang ngira ini adalah Curug Malela. Sekilas sih mirip, tapi kalau udah liat langsung dua-duanya pasti bakal bisa bedain deh.


Beruntung kami nemu tumpukan jerami di seberang sungai yang lumayan tebel. Temen kami yang bawa alat masak dan logistiknya mulai beraksi, sisanya foto-foto. Menu makan kami lumayan sederhana, seblak, baso goreng, dan beberapa cemilan sederhana tapi rasanya nikmat banget, apalagi sambel sama bumbu-bumbu pelengkapnya. Ga lama kami nikmatin suasana sekitar Curug Cirajeg, ujan turun lumayan deres. Waduh. Untungnya ujannya cuman numpang lewat. Begitu ujannya berhenti, langitnya jadi sedikit bersih. Sinar matahari sore ditambah udara perbukitan dan posisi kami yang ada di tengah sawah dan air terjun rasanya bikin betah dan pengen berlama-lama di sini. Posisi Curug Cirajeg yang emang di tengah-tengah pematang sawah dan jauh dari permukiman penduduk bikin suasana di sini sepi banget, sore ini hanya ada kami bertujuh.

Jam 17.00, kami siap trekking pulang ke Dusun Cirajeg. Target kami biar pas lewat jalur Dusun Cirajeg – Desa Neglasari – Purabaya yang di tengah perkebunan itu masih terang, lumayan repot juga kalau keburu gelap di sana. Perjalanan trekking ke Curug Cirajeg perlu waktu kurang lebih dua puluh menit, tpai trekking pulang seengganya perlu waktu tiga puluh menit lebih, soalnya medannya full tanjakan dan kali ini sedikit becek gara-gara ujan sekilas tadi. Sampai di rumah Ibu, istirahat sebentar sambil ngobrol-ngobrol sama Ibu dan warga lainnya yang baru pulang dari kebun. Setelah pamitan dan ga lupa bilang terimakasih, jam 17.30 an kami pulang. Kalau pulang, berasanya cepet. Ga lama, kami udah sampe di rumah bapak yg di Desa Neglasari. Ternyata kebeneran bapaknya masih di luar. Setelah pamitan, kami pun jalan lagi menuju Purabaya. Entah gimana, tapi kayanya jalan yang kami lewatin sekarang beda sama jalan yang kami lewatin sebelumnya. Jalan yang kami lewatin sekarang lebih lebar, tapi tetep jelek dan berbatu dan ada di tengah perkebunan. Kami sempat berhenti dua kali di persimpangan, dan untungnya ada warga yang lewat. Setelah dikasih arahan, ternyata jalan yang kami lewatin pas pulang ini keluar di Pasar Purabaya. Lumayan, sedikit menghemat jarak. Kami mampir dulu di SPBU satu-satunya di jalur ini untuk isi bahan bakar dan di warnas yang masih buka beberapa Km dari SPBU tepat jam 19.00. Maklum, daerah sini makin malem emang makin sepi.

Perjalanan pulang ga selama dan ga sepenuh pas pergi lalu lintasnya. Kami mulai sedikit kehambat mulai dari Baros sampai deket Terminal Pasir Hayam. Sebelum Terminal Pasir Hayam, kami berhenti lagi, dari Purabaya tadi kami belum berhenti, lumayan pegel-pegel juga. Sekitar jam 21.00 kami jalan lagi ke Bandung dan pisah sama temen kami yang dari Cianjur. Perjalanan Cianjur – Bandung lumayan lancar, berhubung ini Selasa, bukan weekend, jadi bisa sedikit tancap gas dan untungnya lagi, setelah tambal ban terkakhir di deket Gua Buni Ayu siang tadi, ga ada lagi acara mampir-mampir di tukang tambal ban.


1 komentar :

Silahkan berkomentar, menyanggah, bertanya ataupun ingin berkorespondensi.



Terima kasih

ANDA PENGUNJUNG KE-

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...